Kamis, 25 Oktober 2012

Bintang Tanpa Cahaya

Akulah 'Bintang Tanpa Cahaya' yang terlahir ke dunia ini tanpa basa basi. Aku di lahirkan sebagai anak pertama dari 5 bersaudara, andai aku seorang anak laki-laki, aku tak akan menderita tekanan batin seperti saat ini. Aku lahir di terakhir abad 20, tepatnya tahun 1991. Kala itu mungkin karena dulunya hidup orang tuaku sangat keras, mereka memberlakukan kekerasan padaku jika aku berbuat salah. Begitu juga saat kelahiran adikku yang pertama, kedua dan ketiga. Kami sudah pernah merasakan hukuman secara fisik, mulai dari di pukul dengan kemoceng, sapu, kepala kami di masukkan ke dalam bak mandi, malam-malam di ikat di belakang rumah yang gelap, sampai kaki berdarah karena di lempari botol minuman. Betapa semua keganasan abah dulu pasti akan selalu teringat sampai kami mati. 
Namun, menjelang abad 21 dan ketika adik keempatku lahir, kekerasan semacam itu tak pernah di berlakukan padanya. Mungkin hanya bentakan-bentakan serius yang menghujam jantung, hingga membuatnya ketakutan. Sampai saat ini, abah lah orang yang paling di takuti di keluargaku. Tapi abah juga seorang panutan, seorang ayah yang berwibawa dan baik hati. 
Sejak aku dinyatakan tidak lulus waktu MTs/SMP, aku mulai bisa memahami diriku sendiri. Aku sering berkaca dan bertanya 'Kenapa aku begitu bodoh?' karena saat itu hanya mata pelajaran matematika saja yang membuatku tidak lulus. Kebencianku pada mata pelajaran ini semakin bertambah, dan bahkan aku tidak suka semua mata pelajaran yang berbentuk hitungan, seperti ekonomi, fisika, kimia dan lain-lain. 
Aku tahu penyebab aku tidak lulus adalah karena ulahku sendiri, karena sejak kecil semakin aku di marahi kenakalanku semakin menjadi-jadi. Aku bahkan masih ingat saat pertama kali aku berbohong pada orang tuaku dan mencuri uang orang tuaku hanya untuk membeli es. Mengetahui kebohonganku dan aku juga mencuri, umi sangat marah dan memukul tanganku dengan kemoceng. Tapi aku justru tak langsung jera setelah mendapat pukulan itu. Justru aku semakin rajin mencuri uang abah dan umi jika butuh sesuatu yang abah dan umi tak mau membelikannya untukku.
Setelah aku tidak lulus ujian nasional di MTs, aku mengikuti ujian susulan paket B dan akhirnya aku lulus. Saat itulah orang tuaku bersikeras memasukkanku ke pesantren putri, agar kelakuanku lebih baik. Tapi sejak masuk pesantren, aku justru merasa semakin kekanak-kanakan. Karena hanya aku yang paling tua diantara teman-teman sekelasku. Aku memang menjadi lebih baik saat masuk pesantren, tapi banyak hal-hal negatif yang justru membuat sikapku tidak rasional. Aku hampir merasakan yang namanya suka dengan sesama jenis, karena di pesantren modern itu semuanya perempuan. Sikap nakalku juga semakin berkembang, aku suka kabur dari pesantren, tidak ke masjid, tidak mau sholat dengan alasan haid dan lain-lain. Dan ada saat aku mengalami bullying dan yang melakukannya adalah teman-temanku sendiri yang usianya jauh lebih muda dariku.
Saat itu aku merasa, mungkin karena aku sulit meluapkan kemarahanku pada mereka saat aku kesal. Bahkan aku terlalu sering mengalah atau mungkin karena aku tidak jauh lebih pintar dari mereka. Di pesantren itu, seharusnya sikap saling menghormati kepada yang lebih tua berlaku seterusnya. Tapi itu tidak terlalu berlaku untukku, karena mungkin aku yang terlalu dekat dengan mereka. To be continued....